SUMBER: Majalah TOP No. 26
KOES PLUS memulai kisah perjalanannya yang panjang di dunia musik dengan band Teen Ager’s Voice yang dibentuk Tonny Koeswoyo sekitar tahun 1952.Setelah bertukar nama menjadi Irama Remaja dengan anggotanya Sophan Sophian ,band ini terpaksa dikubur untuk kemudian Koes & Bros. Dalam grup terbaru anak2 pak Koeswoyo itu terselip pula nama Jan Mintaraga yang sekarang dikenal sebagai pelukis komik.
Pada
tahun 1960 nama Koes & Bros dirubah menjadi Koes Bersaudara dengan
formasi Koestono Koeswoyo (melodi),Koesnomo Koeswoyo ( drum),Koesjono
Koeswoyo (rhytem,vocal),Koesroyo Koeswoyo ( bass,vocal). Nama2 ini
kemudian dikenal sebagai Tonny,Nomo,Jon dan Jok: yakni 4 dari 9
putra-putri(yang seorang telah meninggal) pak Koeswoyo pensiunan
Departemen Dalam Negri.
Dua
tahun kemudian Koes Bersaudara mendapat kesempatan merekam lagu2nya
diperusahaan piringan hitam Irama milik Mas Yos (El-Shinta) dengan juru
rekamnya Freddy Bulek. Tidak kurang dari 20 lagu2 Koes Bersaudara
membombardir kehebatan “patah hati”nya Rahmat Kartolo yang waktu itu
menguasai pasaran musik Pop Indonesia. Dengan bermodalkan lirik dan
melodi yang sederhana,kuat dan komunikatif: anak2 pak koeswoyo itu
berhasil menarik perhatian public.Dalam bahasa iklan dapatlah dikatakan
perhatian pendengar beralih kepada mereka. Namanya terkatrol naik
ketempat teratas lewat lagu2 manis seperti: Dara manisku,Bis
Sekolah,Pagi yang Indah,Telaga Sunyi da Kuduslah cintaku. Udara musik Indonesia
mulai dihimbau oleh keserasian duet Jon dan Jok yang mengingatkan orang
pada penyanyi Everly Brothers. Pengaruh “luar “ itu bukan saja hinggap
pada gaya nyanyi mereka tapi juga pada lagunya. Kita lihat misalnya lagu Di pantai Bali yang dijiplak mentah2 dari sebuah lagu Hawaii.
Koes Bersaudara di Tuban
Gaya main yang tenang mengasyikkan dari Koeswoyo Junior kian memanas ketika wabah Beatles merasuki mereka.Tonny,Nomo,Jon
dan Jok bergoyang2 diombang-ambingkan lagu Jhon lennnon cs. Tanpa
terbendung lagi mereka terbawa arus musik “ kontra revolosioner” hingga
masuk dalam kamar 15 penjara Glodok selama 3 bulan dan baru melihat
dunia bebas lagi 2 hari menjelang meletusnya Gestapu.
Pengalaman
pahit itu merupakan kenangan yang paling berharga dalam perjalanan
karirnya di dunia musik: yang disertai juga rasa bangga dihati Koes
Bersaudara, karena baru band merekalah yang mendapat kesempatan disebut2
dalam pidato kenegaraan Bung Karno. Dan itu terjadi pada 17 Agustus
1965: “…..Jangan seperti kawan2mu Koes Bersaudara. Masih banyak lagu2 Indonesia, kenapa musti Elvis-Elvisan?.....”
Oleh2
dari bui direkamnya dalam plat ebonite. Keluarlah lagu sendu seperti:
Mengapa hari telah gelap,Di dalam Bui,Balada Kamar 15, Jadikanlah aku
dombamu, Voorman,Untuk ayah dan Ibu. Dalam periode itu nyata sekali
kelebihan mereka. Meski gaya
Beatles masih mengganduli Koes Bersaudara tetapi sebagian besar lagu2
yang lahir sesudah lepas dari bui itu terpengaruh oleh bule lain: Bee
Gees.
Dalam
rangkaian ini pula mereka menelurkan lagu2 berhasa Inggris-nya seperti :
Tree little word, The Land of evegreen dan The Old Man.
Tahun2
1968-1969 merupakan saat2 surut bagi Koes Bersaudara. Perbedaan
pendapat yang diawali pada 1968 antara Tonny Koeswoyo dan adiknya Nomo
kian meruncing. Nomo yang rupanya berjiwa bisnis itu menginginkan agar
Koes Bersaudara tidak mengandalkan hiduonya pada musik melulu, harus ada
usaha lain. Pendapat ini tidak disetujui, akhirnya di tahun 1969 mereka
menempuh jalanya sendiri2. Nomo menjadi pedagang,
Sedangkan Tonny bersama
adik2nya yang lain meneruskan karirnya di bidang musik. Lahirlah
kemudian nama KOES PLUS dengan Murry ( ex. Band Patas milik Kejaksaan )
sebagai faktor plusnya menggantikan kedudukan Nomo sebagai drumer.
Peralihan arah hidup Nomo kebidang dagang tidak berarti ia melepaskan diri seluruhnya dari musik.Kenangan manis bersama saudara2nya ternyata masih tetap menggayuti hatinya sampai sekarang. Perpaduan antara karir musik dan berbisnis terlaksana juga di
th 1974 dalam bentuk yang mencengangkan berbagai pihak. Kenangan masa
silam bersama Koes Bersaudara disalurkannya dengan membentuk Grup baru
yang diberi nama No Koes dan jiwa bisnisnya tersalurkan dengan
kedudukannya sebagai” pengusahan ” rekaman yang kini dikenal dengan nama
Yukawi. LP pertama No Koes
berjudul Sok Tahu benar2 mengingatkan orang pada Koes Bersaudara pada
jaman jayanya dulu. Kerinduan kembalinya Koes Bersaudara masih tetap
menjadi cita2 Nomo. Diakhir Juni 1975 yang lalu di Cisarua, hal ini
diungkapkan Nomo kembali:” saya yakin pada suatu saat Koes Bersaudar akan kembali dalam bentuk corporation”.
BERTEMU DAN BERPISAH
Penggantian
atribut menjadi KOES PLUS membawa Tonny kejenjang yang lebih dewasa.
Dibawah naungan nama KOES PLUS itulah beberapa lagunya menjadi
populer,antara lain: Kembali ke jakarta dan Derita: dimana Tonny mulai
menukarkan gitarnya dengan organ. Album ini disusul dengan album ke 2-nya yang mengorbitkan lagu2 Kisah
sedih dihari Minggu, Andaikan kau datang,Hidup yang sepi dan Rahasia
hatiku. Sayang album ini dirusak oleh lagu2 semacam pencuri hati,dan
jangan selalu marahyang yang lirik dan melodinya berantakan.
Kecenderungan memasukan unsur Jazz dimulai pada album ke2-nya,semakin jelas dialbum berikutnya. Dalam album ke-3 yang judul lagunya banyak menggunakan kata ” hati ” itu kita bisa mendengar lagu2: Selamat berpisah,Isi Hatiku, Hati yang suci dan Kasih yang suci.Di album inilah Murry memperlihatkan kemantapanya menabuh drum.
Dalam
jarak yang tidak terlampau jauh keluar lagi Album ke -4 KOES PLUS yang
memunculkan lagu2 ciptaan Jon (Jeritan hati, Termenung lesu,Bunga ditepi
jalan).Jok (Why do you love me,Jangan sedih dan kembalilah) serta Murry
dengan lagu ciptaanya Bertemu dan Berpisah.
Di
album ke-6 KOES PLUS melemparkan kepasaran kurang dari 6 lagu bersyair
bahasa Inggris, yang kesemuanya tidak memenuhi sasaran, yang perlu
dicatat disini mungkin hanya lagu Sonya yang dibuat Jok untuk orang yang
paling dekat dihatinya Sonya Tulaar,istrinya.namun lagu ini 3 tahun
kemudian 1974 menimbulkan kenangan pahit bagi Jok: sonya tewas akibat
kecelakaan mobil.
Pada
th 1972 KOES PLUS melakukan sesuatu yang baru dalam musiknya.
Eksperimannya dalam menonjolkan beat keroncong dan beat topeng yang
disisipkan tetabuhan,cukup menimbulkan rasa girang.Hal itu bisa kita
nikmati dari lagu2nya Kr. Pertemuan dan Mari-mari.Sampai dengan album
ini Tonny masih menyeret ciri bermanis2nya seperti yang terungkap dalam
lagu2: Malam yang indah,Manis dan sayang serta Nama yang manis.Dan untuk
kesekian kalinya KOES PLUS gagal membawakan lagu2 bersyair bahasa Inggris.
Bukan saja lagunya tidak sedap didengar telinga tapi juga lidah jawa
KOES PLUS tidak pernah klop dengan lagu2 berbahasa Inggris.” saya
selamanya segan nyanyi lagu2 Barat, tapi saya seolah dibayangi terus
oleh para penggemar kami yang menginginkan kami menyanyikan lagu
tersebut” ucap Tonny 3 tahun yang lalu.
Tahun 1973 ditandai
oleh adanya lingkungan hidup baru bagi grup paling beken di Indonesia
itu, yang ternyata membawa kecemerlangan materi bagi individu2 KOES
PLUS. Di Th 1973 itulah mereka pindah kandang dari fabrik PH Dimita ke
perusahaan rekaman Remaco. Perpindahan ini membawa pengaruh besar bagi
KOES PLUS: betapa tidak jika tadinya mereka terbiasa oleh sistem 2
track-nya Dimita kini mereka beralih menggunakan 4 track-nya Remaco
dengan headphone yang lebih gede dan anyar.
Untuk
pertama kalinya pada 23 Juli ’73 mereka mulai mencetak lagu2nya di
Remaco yang hasilnya dikenal sebgai LP VIII.Antara lain berisi
lagu2:Kolam Susu dan Nusantara II. Di Remaco inilah dimulai seri
Nusantara-nya Koes Plus.Sedangkan lagu Kolam Susu cukup diberi anggukan
kepala dari sekian banyak perbauran lagu2 KOES PLUS yang bergerak
diantara jalur mutu dan komersil.
Bagi
KOES PLUS hasil LP ini lebih dari cukup,yang membuat iri rekan2
seprofesi lainnya.Betapa tidak begitu selesai mereka merekam LP
VIII-nya, mobil Merc 220 model terakhir (waktu itu ) telah nongkrong
dalam garage markas KOES PLUS di Cipete, menggantikan kedudukan Fiat
1400-nya.
Melihat
Kolam Susu-nya orang tadinya berharap KOES PLUS menjadi pelopor sebagai
pembuat lagu2 yang berbobot dan komersil. Sebab dengan mendengarkan
Kolam susu KOES PLUS itu, segolongan anak muda mulai menaruh kepercayaan
akan omongan yang pernah dilontarkan Paul Simon bahwa: ” musik bukan
hanya sekedar teriak2 kosong anti perang, tapi musik sama halnya dengan
syair merupakan ekpresi pribadi, bukan produk dari suatu golongan
manapun monopoli orang2 industri atau cukong rekaman ”. Namun harapan
muluk yang digantungkan kepada Koes Plus itu lenyap disapu salju
Christmas Song 1973 yang teramat jelek.
Sejak
saat itulah roda mesin KOES PLUS diputar semakin cepat untuk memenuhi
target fabrikan. Dalam hitungan waktu yang amat pendek berhamburanlah
produk2 mereka: ada Pop jawa, Keroncong Pop,Pop anak2 dan Pop Melayu (
dimulai akhir Juli 1974 ) yang masing2 ber-
volume2. Belum lagi volume berikutnya:9,10,11,12 dan yang terakhir
vol.13 yang diseling lebih dulu oleh LP lagu2 berbahasa Inggrisnya (
Another song for you ) yang rusak.
Sebandingkah
antara hasil yang diperoleh KOES PLUS dengan ”Pengorbanan” tenaga,
pikiran dan perasaan yang dipertaruhkannya? Tanpa disadari mereka
sebenarnya hanya menjadi sapi perahan para cukong rekaman.Dilihat
sepintas lalu angka 5 juta yang disodorkan sebagai pelepas lelah
pembikinan sebuah LP memang besar. Tapi coba jumlah ini dibandingkan
dengan apa yang berhasil dikeduk si cukong itu.
Jika sebuah LP diproduksi sebanyak 100 ribu kaset seharga @ Rp.500,-
(harga eceran Rp.700,-) maka dalam hitungan kasar ia menghasilkan Rp. 50 juta. Perbedaanya terlalu menyolok. Ini namanya bukan symbiose tapi parasitis.