Belakangan ini di Jogja makin banyak
terdengar istilah kimcil. Secara etimologis kimcil merupakan singkatan
dari “kimpet cilik” atau bisa juga “kimpol cilik” (bahkan ada juga yang
mengartikan sebagai kimplikan cilik). Secara terminologis kimcil
diartikan sebagai cewek-cewek ABG, lebih khususnya cewek-cewek ABG yang
kemayu, centil, sok imut. Biasanya kimcil-kimcil ini haus akan pengakuan
dan eksistensi, bahkan dalam lingkungan anak band (khususnya band
“indie/underground”) terkadang kimcil sering dikaitkan dengan groupies.
Range umur mereka antara 15 – 18 tahun,
tampil modis dengan baju-baju distro, berlagak sok aneh/freak, suka cari
perhatian dengan cara bertingkah sok nakal demi pengakuan (termasuk di
dalamnya : merokok, minum-minuman keras, bertingkah sok bitchy),
terkadang over kemayu dan sok manja demi mencari perhatian.
Belakangan ini, di lingkungan musik
cutting edge Yogyakarta, fenomena kimcil sedang mengalami euforia. Jika
pada beberapa tahun ke belakang acara musik cutting edge hanya melulu
didominasi kaum adam nan sangar, sekarang kita dapat dengan mudah
menemukan gadis-gadis remaja nan wangi dalam berbagai acara musik
cutting edge.
Sebuah fenomena yang wajar sebenarnya,
meningat perkembangan lalu lintas komunikasi dan informasi yang
sedemikan dahsyatnya. Sekarang ini informasi tentang hal-hal yang berada
di luar mainstream semakin mudah di dapat. Subkultur dan musik cutting
edge seperti HC/punk, emo, indie-pop, shoegaze, dan lain sebagainya yang
dulu dianggap aneh sekarang dianggap keren. Sekarang ini bagi sebagian
remaja, semakin kita berusaha terlihat aneh maka kita akan dianggap
semakin keren. Justru mereka yang terlalu mengikuti tren mainstream
justru akan di cap sebagai alay and that’s so uncool.
Hal seperti tersebut di ataslah yang
memotivasi banyaknya remaja-remaja untuk ingin terlihat cool dengan cara
mengikuti subkultur cutting edge, pencarian akan pengakuan ini mengirim
mereka ke sebuah dunia baru, sebuah neverland bagi jiwa-jiwa tersesat
yang melarikan diri dari tekanan dunia orang dewasa. Tekanan yang telah
merenggut hak-hak bermain dan berekspresi mereka. Lihatlah bagaimana
remaja sekarang ini sedari kecil sudah didesak oleh segala kewajiban
akademis mereka, kebebasan bermain dan berekspresi mereka pun tergerus
oleh laju pembangunan yang semakin berorientasi profit tanpa
mengindahkan berapa banyak jiwa yang rusak.
Tapi sayangnya lagi, kehadiran mereka di
“neverland” baru ini ternyata juga masih tak lepas dari eksploitasi
orang yang lebih tua. Beberapa orang dewasa dalam neverland ini hanya
memandang gadis-gadis remaja itu hanya sebagai obyek semata, kehadiran
mereka hanya dianggap sebagai bunga yang menyediakan madunya untuk
dihisap ramai-ramai dan akhirnya gadis-gadis remaja itu akan layu
sebelum berkembang.
Kehadiran gadis-gadis remaja tersebut
bukanlah hal yang salah, tingkah mereka yang terkesan ingin mencari
eksistensi karena memang mereka sudah kehilangan eksistensi jiwa mereka
sedari kecil, tingkah mereka yang terkesan mencari perhatian karena
mereka memang jiwa mereka butuh perhatian -dan bukan payudara, pantat,
atau vagina mereka. Maka dari itu menurut saya ngga usah deh terlalu
lebay menanggapi kehadiran gadis-gadis remaja tersebut, toh mereka bisa
aja kita anggap sebagai adik-adik atau teman-teman kecil kita. biasa
wae.
Dalam beberapa kesempatan beberapa teman
menilai saya begitu sinis terhadap kimcil, bahkan terkesan pembenci
kimcil…ageist dan sexist. Saya tak pernah menjadi pembenci kimcil,
saya hanya agak jengah melihat fenomena kimcil yang terlalu overrated
ini.
Kadang memang jari ini terasa lebih jujur
daripada mulut, dan inilah curahan hati pribadi saya yang terdalam
tentang kimcil -tanpa ada maksud menjadi “si bener” alias P.C.